Mengenang Kiamat 2012

Setelah gagal ketemu sama Dokter Gigi, entah kenapa jadi pengen nulis ini. Gak ada hubungannya, sih. Tapi yang tidak berhubungan bisa saja saling menyimpan perasaan untuk satu sama lain, bukan? Hlh!

Pertengahan 2009, Roland Emmerich melahirkan sebuah film yang terinspirasi dari ramalan mbak Maya anak gaul di Meksiko sana, yang memprediksi bahwa dunia yang fana ini akan berakhir pada 21 Desember 2012 yang lalu. Film yang membuat orang-orang ketakutan melihat bagaimana bumi yang aku dan kamu sama-sama pijak ini hancur dan tenggelam dalam sekejap, walau tak cukup menyeramkan bagi gue yang dengan gagah berani menonton film ini beramai-ramai di perpustakaan sekolah dengan bermodalkan dvd bajakan dan bau kauskaki di seluruh penjuru ruang.

Gue ingat bagaimana hebohnya Ibuk menanggapi ramalan ini. Dengan bergelora dia berkata di depan anak-anaknya “POKONYA KITA HARUS NONTON FILM INI BUAT JAGA-JAGA KALO BENERAN KIAMAT. KAMU CEPETAN SANA NYARI SEWAAN DVD. TAPI JANGAN YANG DI DEKET KLINIK, MAHAL BANGET ITU MAH.” Seolah dengan bermodalkan nonton film ini kami sekeluarga akan terhindar dari siksa api neraka dan dengan manis melenggang ke Surga. Dia mungkin belum tahu kalo di masa sekarang Surga bisa diraih cukup dengan memilih pemimpin yang seiman. #eeeaaa

Waktu itu semua jadi terasa agak aneh. Setiap hal negatif yang menimpa orang-orang di tempat gue selalu dikaitkan dengan kiamat. Tetangga ada yang kemalingan aja dibilang tanda kiamat sama saudaranya. Orang-orang sok tahu yang memanfaatkan situasi juga mulai bermunculan di televisi, berusaha meyakinkan masyarakat bahwa isu kiamat 2012 itu benar adanya dengan mengatakan bahwa ‘penglihatan’ mereka untuk tahun 2012 menjadi gelap. Yang ternyata umur orang ini yang tidak sampai di tahun 2012, makanya jadi gelap.

Menjelang tahun 2012 lebih heboh lagi. Gue bahkan sempat dirukiah sama saudara atas desakan Ibuk, biar gak bandel-bandel amat pas kiamat nanti. Sementara membaca Artikel ngaco tentang kiamat dari MBDC adalah satu-satunya ‘persiapan’ yang gue lakukan saat itu. Selain itu, gue juga berstatus sebagai pacar orang serta memiliki tim futsal yang tidak tekalahkan, jadi kalaupun jadi kiamat, dunia berakhir dengan happy ending bagi gue.

Hari yang dikhawatirkan itu akhirnya tiba, 20 Desember 2012, listrik di tempat gue mati. Suasana horror mulai muncul ke permukaan. Di tengah kegelisahan Ibuk, teman-teman gue ngajakin main ke luar. Terlihat wajah cemas Ibuk melihat kepergiaan gue waktu itu, seakan khawatir kiamat akan datang saat gue sedang tidak berada di sampingnya. “Seenggaknya kita mati bareng-bareng, ndraa.” kata Gumilang, berusaha meyakinkan gue untuk ikut jalan-jalan sebelum kiamat.

Di tengah awan gelap yang menyelimuti langit, ditambah listrik yang mati, kami mengitari daerah tempat tinggal kami. Nyanyi-nyanyi sepanjang perjalanan sambil bertepuk tangan di atas kendaraan, seolah sedang merayakan ajal yang mungkin ada di depan mata. Tapi benar apa yang Gumilang katakan, bahwa berada di antara orang-orang yang selalu ada untuk kita (lebih lengkap kalo sama keluarga, sih), adalah cara terbaik untuk pergi dari dunia. Rasa takut itu bahkan nyaris tidak terasa. Kami melewatkan malam itu dengan bercerita dan tertawa.

Si Gum kembali menceritakan kisah naasnya saat ia mendapati orang yang ia ingin jadikan pacar tepat di hari ulang tahunnya, berpelukan di rumahnya dengan pria lain, ketika ia baru saja turun dari angkot dengan badan dan bunga yang basah kuyup karena hujan deras. Teman gue yang lain juga bercerita tentang perubahan keluarganya yang jadi lebih relijius. Bahkan setiap pagi lantunan lagu-lagu reliji dari speaker selalu diputar di rumahnya, berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang konsisten memutar lagu-lagu dangdut.

Gue pulang ke rumah jam 11 malam, dengan penampilan yang berusaha sebisa mungkin tetap terlihat kalem, padahal benar-benar gelisah menanti akhir dunia. Walau bagaimanapun bukan seperti ini akhir yang gue nantikan. Terlalu banyak kurang yang belum bisa gue ubah, banyak harapan untuk orang tua yang belum sampai gue wujudkan, jarak gue dengan Sang Pencipta terlalu jauh.

Gue belum benar-benar bisa tidur sebelum pukul 12 tepat, gue ingin memastikan kebenaran kiamat terlebih dahulu sebelum terlelap. Maka semalan itu gue bolak-balik membuka jendela, memastikan tidak ada meteor yang mulai berjatuhan, dan memeriksa isi Al-Qur’an tidak berubah menjadi kosong. 20 Desember 2012 adalah salah satu malam yang paling creepy dalam hidup gue.

Jadi, apa yang kamu lakukan pada hari itu, sobat lifeless q?

24 tanggapan untuk “Mengenang Kiamat 2012

  1. waktu itu aku sibuk belajar di sekolah.😆 terus sepanjang hari tiap ada yg bisa gue ajak ngomong pasti gue giniin
    “Kiamat ceunah sekarang teh!hahaha” lalu tertawa bersama. bodo amat. emang enggak percaya sedari awal sih ya jadi woles aja gitu

    Suka

  2. Waktu itu yang kulakuin, bernafas, berjalan, makan nasi beserta lauk pauknya, bobok siang, pergi ke kamar mandi, belajar dan mengajii 😄
    Waktu itu ngrsa gppa seingetku, soalnya kata tmnku klo masih ada adzan shubuh dan matahari terbit di tempat seharusnya, aku d sruh tenang aja 😅😅

    Suka

Tinggalkan komentar